Sabtu, 21 April 2012

PENGENDALIAN MIKROBA PART 3 (akhir)

1 komentar
Pengendalian mikroba secara fisikawi
Pengendalain mikroba secara fisikawi dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
  1. Suhu tinggi : penggunaan suhu tinggi dengan kelembaban yang tinggi merupakan salah satu cara efektif untuk mematikan mikroba. Suhu tinggi juga dapat diberikan sebagai panas kering. Panas lembab mematikan mikroba jauh lebih cepat dan efektif dibandingkan dengan panas kering yang menghancurkan mikroba dengan cara mengoksidasi komponen-komponen kimiawinya. contoh spora Bacillus anthracis dapat dibunuh dalam waktu 2 sampai 15 menit dengan panas lembab pada suhu 100 derajat C tetapi dengan panas kering diperlukan waktu 1 sampai 2 jam pada suhu 150 derajat C. Seperti telah diketahui sel vegetatif bakteri jauh lebih peka terhadap panas dibandingkan dengan sporanya. Sel bakteri dapat dimatikan dalam waktu 5 sampai 10 menit pada suhu 60 derajat C sampai 70 derajat C dengan panas lemabab. Kebanyakan spora bakteri akan terbunuh oleh suhu diatas 100 derajat C selama jangka waktu lama. Sel-sel vegetatif khaamir dan fungi laain terbunuh dalam waku 5-10 menit dengan panas lembab pada suhu 50 derajat C sampai 60 derajat C, sporanya agak lebih resisten. Digunakan 2 istilah untuk menyatakan resistansi bakteri terhadap panas yaitu waktu kematian termal dan waktu pengurangan desimal. Waktu kematian termal mengacu pada periode waktu terpendek yang diperlukan untuk mematikan suatu suspensi bakteri atau spora pada suhu tertentu dibawah keadaan tertentu. Waktu kematian desimal mengacu kepada pengurangan dalam jumlah sel yang hidup yaitu lamanya waktu untuk mengurangi populasi sebesar 90%. Panas dalam bentuk uap jenuh bertekanan menyediakan suhu jenuh diatas titik didih. Disamping itu juga mempunyai keuntungan seperti pemanasan dapat berlangsung cepat, mempunyai daya tembus dan menghasilkan kelembaban yang tinggi. Kesemuanya mempermudah koagulasi protein sel-sel mikroba. Alat sterilisasi yaang mempergunakan uap dengan tekanan yang diatur disebut: autoklaf. Pada umumnya autoklaf dijalankan pada tekanan 15 lbs pada suhu 121 derajat C sedang waktu yang diperlukan tergantung pada sifat bahan yang disterilkan, tipe wadah dan volume bahan. 
  2. Sterilisasi bertahap : dalam proses ini, bahan dipanaskan pada suhu 100 derajat C selama tiga hari berturut-turut diseling dengan periode inkubasi. Selama masa inkubasi spora-spora yang resisten akan tumbuh sehingga pada pemanasan berikutnya sel-sel tersebut dapat dihancurkan.
  3. Air mendidih : sel-sel vegetatif mikroba akan terbunuh dalam waktu 10 menit dalam air mendidih. Namun beberapa spora bakteri dapat bertahan dalam kondisi seperti ini berjam-jam. mendidihkan peralatan selama waktu singkat lebih memungkinkan untuk disinfeksi karena itu air tidak dapat diandalkan untuk sterilisasi.
  4. Pasteurisasi : susu, rum dan beberapa minuman yang mengandung alkohol bisanya diberi perlakuan panas terkendali untuk mematikan tipe mikroba tertentu tetapi tidak mematikan yang lain. Suhu untuk pasteurisasi didasarkan pada waktu kematian termal bagi tipe mikroba patogen yang paling resisten untuk dibunuh. Dipanaskannya susu pada suhu yang terlampau tinggi tidak dilakukan karena mengubah cita rasa susu. 
  5. Pembakaran : pembakaran bahan yang mengandung mikroba berarti juga membunuh mikrobanya. Pembakaran digunakan untuk memusnahkan bangkai-bangkai hewan-hewan penelitian yang terinfeksi dan bahan terinfeksi  yang perlu dibuang.
  6. Suhu rendah ; suhu yang cukup rendah dapat menyebabkan metabolisme dan pertumbuhan terhenti. Selain itu suhu rendah bermanfaat untuk mengawetkan biakan karena  mikroba mempunyai kemampuan untuk dapat bertahan pada keadaan yang sangat dingin.
  7.  Pendinginan : Biakan beberapa bakteri, khamir dan kapang yang ditumbuhkan pada media agar dalam tabung reaksi dapat hidup selama berbulan-bulan pada suhu lemari es sekitar 4 derajat C sampai 7 derajat C.
  8. Suhu dibawah titik nol: bakteri dan virus dapat bertahan pada suhu - 20 derajat, -70 derajat C, -195 derajat C. Pada pendinginan tersebut mula-mula dapat mematikan sebagian dari sel-sel tersebut, namun jumlah yang bertahan cukup besar dan tetap bertahan hidup untuk waktu lama. Jadi penggunaan suhu rendah tidak dapat diandalkan untuk disinfeksi. Mikroba yang dipelihara pada suhu beku dianggap dorman karena tidak memperlihatkan aktivitas metabolik.
  9. Pengeringan : pengeringan sel mikroba serta lingkungannya dapat mengurangi atau menghentikan aktivitas metabolik. Pada umumnya mikroba yang bertahan hidup setelah pengeringan bervariasi tergantung pada : macam mikroba, bahan yang dipakai, kesempurnaan proses pengeringan, kondisi fisik (cahaya, suhu, kelembaban) yang dikenakan pada mikroba tersebut.
  10. Radiasi : beberapa macam radiasi dapat bersifat mematikan sel-sel mikroba dan juga sel organisme lain. Radiasi ini dapat meliputi radiasi ultraviolet, gamma, sinar x dan sinar-sinar katode.
  11. Sinar ultra violet : sinar ultra violet dengan panjang gelombang 265nm memiliki efisiensi bakterisida tinggi. Meskipun energi pancaran matahari sebagian terdiri dari sinar ultraviolet, sebagian besar panjang gelombang sinar UV yang pendek itu tersaring oleh atmosfer bumi dan polutan atmosfer. Dapaay dikatakan bahwa sinar matahari dalam keadaan tertentu memiliki kapasitas mikrobiosida, namun terbatas. Sinar UV mempunyai daya tembus yang kecil sehingga hanya mikroba yang ada dipermukaan suatu benda yang secara langsung terkena sinar UV yang rentan terhadap pembasmian. Sinar UV diserap oleh bahan selular terutama asam nukleat pada bagian inilah sinar UV menimbulkan paling banyak kerusakan.
  12. Sinar X : sinar x bersifat letal bagi mikroba juga bagi bentuk kehidupan yang lebih tinggi. Sinar x memiliki daya dan energi yang tinggi namun sinar x tidak banyak digunakan dalam pengendalian populasi mikroba karena daya tembus yang besar itu menyulitkan usaha perlindungan terhadap pemakai dan sulit menggunakannya secara efisien.
  13. Sinar gamma : sinar gamma dipancarkan dari radio isotop tertentu seperti 60CO, mempunyai panjang gelombang pendek sehingga enrginya tinggi. Daya tembusnya besar dan bersifat letal terhadap semua bentuk kehidupan termasuk mikroba. Karena daya tembus serta efek mikrobiosidanya tinggi serta efisiensinya lebih tinggi dibandingkan dengan sinar x maka sinar gamma lebih disukai untuk digunakan dalam sterilisasi bahan-bahan yang tebal serta besar seperti kemasan peralatan media atau bahan makanan.
  14. Sinar katode : sinar katode yang kuat dan berkecepatan tinggi bersifat mikrobiosida. Salah satu keuntungan proses ini adalah bahwa benda dapat disterilkan pada suhu kamar dalam keadaan terbungkus.
  15. Filtrasi : beberapa bahan khususnya cairan biologis seperti serum hewan, enzim, beberapa vitamin dan antibiotika bersifat termolabil artinya mudah rusak karena panas. Demikian juga sarana fisikawi seperti radiasi dapat merusak bahan-bahan tersebut sehingga untuk mensterilkan dipakai secara filtrasi.
  16. Filter bakteriologis : dapat terbuat dari bahan asbes, tanah diatomae, porselen atau kaca berpori serta fiter membran. Filter membran banyak digunakan untuk mengidentifikasi dan menghitung jumlah mikroba dalam suatu contoh air serta bahan-bahan lain.
  17. Filter udara : merupakan filter berefisiensi tinggi untuk menyaring udara yang mengandung partikel sehingga memungkinkan dialirkannya udara bersih ke dalam ruang tertutup. Tipe filtrasi udara semacam ini bersama sistem aliran udara laminar banyak digunakan untuk menyediakan udara yang bebas dari debu dan bakteri.



Pengendalian mikroba secara kimiawi
Banyak bahan kimia yang menghambat metabolisme sel atau merusak komponen sel sehingga dapat menghambat atau mematikan mikroba. Bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan ini banyak digunakan dirumah sakit dan laboratorium untuk membersihkan peralatan bedah dan ruangan penyiapan media. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bahan kimiawi adalah :
  • Sifat bahan yang akan diberikan perlakuan. Harus dipilih zat kimia yang sesuai dengan bahan yang diberi perlakuan. Sebagai contoh, zat kimia untuk disinfeksi alat-alat laboratorium tidak baik digunakan untuk kulit.
  • Tipe mikroba. Harus dipilih zat kimia yang telah diketahui efektiv terhadap jenis mikroba yang akan dibunuh karena tidak semua mikroba sama rentannya terhadap sifat menghambat atau mematikan zat kimia tertentu.
  • Keadaan lingkungan. Faktor-faktor seperti suhu, PH, waktu, konsentrasi dan adanya bahan organik asing turut mempengaruhi laju dan efisiensi pembasmian mikroba.

Berdasarkan kekuatan dalam memusnahkan mikroba, bahan kimiawi digolongkan atas : 

  1. Bahan kimiawi tingkat tinggi, jika mampu mematikan semua jenis mikroba termasuk endospora bakteri. Misalnya etilen oksida dan glutaraldehida 2%
  2. Bahan kimiawi tingkat menengah adalah bahan kimia yang mampu mematikan Mycobacterium tuberculosis sehingga disebut juga bahan tuberkulosida. Bahan kimia ini juga mampu melawan virus resisten seperti virus hepatitis dan rhinovirus tetapi tidak efektif untuk melawan endospora
  3. Bahan kimiawi tingkat rendah adalah bahan kimiawi yang efektif terhadap kebanyakan sel vegetatif bakteri dan fungi tetapi tidak efektiv terhadap  Mycobacterium tuberculosis, endospora, spora fungi dan virus. Bahan kimiawi tingkat rendah banyak digunakan sebagai dikontaminasi sebab ekonomis dan tidak toksik terhadap manusia.

Evaluasi aktifitas germisida bahan kimiawi
Untuk mengetahui kekuatan  suatu bahan kimiawi harus dibandingkan dengan bahan kimiawi standar yang telah diketahui kekuatannya misalnya disinfektan fenol. Ada beberapa cara untuk membandingkannya tetapi salah satu yang paling baik dalah dengan pengujian fenol. 
Koefisien fenol : merupakan nilai perbandingan efektivitas antara suatu germisida yang diuji dengan efektifitas fenol terhadap mikroba uji yang sama. 

Kelompok utama bahan kimiawi pengendali mikroba adalah :
  1. Fenol dan turunannya : fenol, o-kresol, m-kresol, p-kresol, 2-4 dimetil fenol, butil fenol, heksilresorsinol, dan heksaklorofen. Turunan fenol dapat bersifat bakterisida atau bakteriostatik tergantung pada konsentrasi yang digunakan. senyawa ini bekerja dengan mendenaturasi protein sel dan merusak membran sel. Aktivitas senyawa fenol ini dapat berkurang sebagai anti mikroba karena pengaruh PH basa, bahan organik, suhu rendah dan sabun
  2. Alkohol : etanol dan isopropanol (70-80%) efektif untuk membasmi fungi, sel vegetatif bakteri, virus etanol dan isopropil digunakan untuk antiseptik dan disinfektan pada kulit sebelum diinjeksi. Alkohol juga digunakan untuk mengurangi flora mikroba pada termometer.
  3.  Halogen : iodium, khlorin, fluorin, bromine. Khlorine dan iodium paling luas penggunaannya sebagai anti mikroba. iodium merupakan zat yang efektif untuk bakteri, fungi dan virus. Larutan iodium terutama digunakan disinfeksi kulit seperti iodium tinktur. Khlorin merupakan disinfektan yang luas penggunaannya, misalnya dalam proses pemurnian air
  4. Logam berat : merkuri khlorida, perak nitrat, tembaga sulfat. Logam-logam berat terutama perak dalam jumlah amat kecil dapat mematikan bakteri, hal ini disebut aksi oligodinamik . Perak nitrat telah lama digunakan untuk mencegah infeksi oleh gonokokus pada mata bayi yang baru lahir. persenyawaan yang mengandung tembaga digunakan sebagai fungisida dibidang pertamanan.sedangkan merkuri khlorida tidak banyak digunakan tetapi beberapa persenyawaan merkuri organik digunakan sebagai antiseptik. Kerja logam berat adalah mendenaturasikan protein sel .
  5.  Deterjen : zat pengurang tegangan yang pertama digunakan untuk membersihkan permukaan benda disebut detergen. Misalnya sabun, tetapi sabun tidak dapat bekerja dengan baik dalam air sadah karena itu telah dikembangkan bahan pembersih baru yang disebut surfaktan atau deterjen sintetis. Secara kimiawi deterjen diklasifikasikan menjadi : 
  • Deterjen anionik yang berionisasi dan sifat deterjennya pada anion. Misalnya sabun mempunyai kemampuan menghilangkan mikroba secara mekanis.
  • Deterjen kationik yaitu: deterjen yang berionisasi dan sifat deterjennya terletak pada kation. Misalnya persenyawaan amonium kuartener meliputi bensalkonium klorida, benzetonium klorida dan setilpiridinium klorida. Persenyawaan amonium kuartener bekerja sebagai anti mikroba dengan menghambat kerja enzim, denaturasi protein dan kerusakan membran sel. 
  1. Aldehida : glutaraldehida dan formaldehida. Larutan glutaraldehida 2% mempunyaai spektrum yang luas dalam pengendalian mikroba. Efektif terhadap sel vegetatif mikroba, fungi, spora bakteri serta virus. Formaldehida dalam bentuk larutan disebut formalin. Formalin mempunyai aktivitas anti mikroba yang tinggi tetapi menyebabkan iritasi pada kulit dan uapnya berbahaya.
  2. Bahan pengalkil : etilen oksida dan B-propiolakton. Etilen oksida merupakan bahan yang banyak digunakan dalam mensterilkan benda-benda peka terhadap panas atau tidak tahan lembab di rumah sakit, industri dan laboratorium. Ciri menonjol dari etilen oksida ialah kekuatan menembus yaitu dapat menembus dengan mudah benda-benda yang disterilkan seperti bahan-bahan yang terkemas berukuran besar, gulungan kain bahkan plastik-plastik tertentu. Namun etilen oksida mudah meledak dan beracun sehingga harus digunakan secara hati-hati. Mekanisme kerja etilen oksida adalah menyebabkan reaksi alkilasi dengan persenyawaan organik termasuk enzim dan protein. Alkilasi merupakan penggantian antom hidrogen aktif pada persenyawaan organik dengan gugusan alkil seperti misalnya penggantian atom hidrogen pada gugusan karboksil, amino atau sulfhidril. Pada reaksi ini, cincin pada molekul etilen oksida  terbuka dan molekul ini mengikatkan diri pada tempat semula yang ditempati atom hidrogen.

Bahan kemotrapi

merupakan bahan yang memiliki daya antimikroba yang tinggi dan dapat dipergunakan dengan aman secara internal. Bahan ini dapat menghambat atau membunuh mikroba dan biasanya dihasilkan oleh mikroba tertentu, bahan kemotrapi ini disebut antibiotika. Kebanyakan antibiotika dihasilkan oleh bakteri misalnya Streptomyces dan Bacillus serta fungi seperti Penicillium. Antibiotika yang dihasilkan oleh bakteri dan fungi dihasilkan selama akhir fase eksponensial atau awal fase stasioner, ketika organisme ini mulai mengadakan sporulasi. Bahan kemoterapi yang disintesis oleh para ilmuwan disebut obat sintesis. Baik antibiotika maupun obat sintesis dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba karena bahan ini mengganggu fungsi sel. Suatu bahan kimia haruslah memiliki toksisitas yang selektif untuk dapat digunakan sebagai bahan kemoterapi. Ini berarti bahan tersebut harus dapat menghambat atau mematikan mikroba dan menyebabkan kerusakan kecil saja pada sel inang atau sama sekali tidak rusak. Persyaratan yang lain bagi bahan kemoterapi adalah harus mampu menembus sel dan jaringan inang serta tidak mengubah mekanisme pertahanan alamiah sel inang tersebut



1 komentar: