Pengaruh Efek Rumah Kaca Terhadap Lingkungan
BAB 1
PENDAHUHUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum iklim merupakan hasil interaksi proses fisik dan kimiafisik dimana parameter-parameternya seperti suhu, kelembaban, angin, dan pola curah hujan yang terjadi pada suatu tempat di muka bumi. Iklim merupakan suatu kondisi rata-rata dari cuaca, dan untuk mengetahui kondisi iklim suatu tempat, diperlukan nilai rata-rata parameter-parameternya selama kurang lebih 10 sampai 30 tahun. Iklim muncul setelah berlangsung suatu proses fisik dan dinamis yang kompleks yang terjadi di atmosfer bumi.
Kompleksitas proses fisik dan dinamis di atmosfer bumi ini berawal dari perputaran planet bumi mengelilingi matahari dan perputaran bumi pada porosnya. Pergerakan planet bumi ini menyebabkan besarnya energi matahari yang diterima oleh bumi tidak merata, sehingga secara alamiah ada usaha pemerataan energi yang berbentuk suatu sistem peredaran udara, selain itu matahari dalam memancarkan energi juga bervariasi atau berfluktuasi dari waktu ke waktu. Perpaduan antara proses-proses tersebut dengan unsur-unsur iklim dan faktor pengendali iklim menghantarkan kita pada kenyataan bahwa kondisi cuaca dan iklim bervariasi dalam hal jumlah, intensitas dan distribusinya.
Secara alamiah sinar matahari yang masuk ke bumi, sebagian akan dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke angkasa. Sebagian sinar matahari yang dipantulkan itu akan diserap oleh gas-gas di atmosfer yang menyelimuti bumi, disebut gas rumah kaca, sehingga sinar tersebut terperangkap dalam bumi. Peristiwa ini dikenal dengan efek rumah kaca karena peristiwanya sama dengan rumah kaca, dimana panas yang masuk akan terperangkap di dalamnya, tidak dapat menembus ke luar kaca, sehingga dapat menghangatkan seisi rumah kaca tersebut. Apabila peristiwa tersebut berlangsung terus-menerus, maka dikhawatirkan kehidupan mahluk hidup di muka bumi menjadi terancam.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat dibuat beberapa rumusan masalah, yakni sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan efek rumah kaca?
2. Apakah yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca?
3. Bagaimana akibat dari efek rumah kaca?
4. Bgaimana penanggulangan terhadap efek rumah kaca?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengertian efek rumah kaca
2. Penyebab efek rumah kaca
3. Akibat dari efek rumah kaca
4. Cara menanggulangi efek rumah kaca
1.4 Manfaat Penulisan
Penulisan makalah mengenai Efek Rumah Kaca ini diaharapkan dapat memberikan manfaat terhadap:
1) Memberikan informasi mengenai efek rumah kaca, baik penyebab maupun akibatnya.
2) Memberikan wawasan dan pemahaman yang lebih rinci kepada penulis dan pembaca upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi efek rumah kaca.
1.5 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode kajian pustaka, yaitu penulis mengumpulkan berbagai sumber referensi yang relevan dengan materi yang disajikan dan kemudian dilakukan pengkajian terhadap materi tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dari Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca adalah suatu proses dimana radiasi termal dari permukaan atmosfer yang diserap oleh gas rumah kaca, dan dipancarkan kembali ke segala arah. Mekanisme ini pada dasarnya berbeda dari yang rumah kaca sebenarnya, yang bekerja dengan mengisolasi udara hangat dalam struktur tersebut sehingga panas yang tidak hilang oleh konveksi. Efek rumah kaca ditemukan oleh Joseph Fourier pada tahun 1824, dan pertama kali dilaporkan kuantitatif oleh Svante Arrhenius pada tahun 1896, merupakan proses pemanasan permukaan suatu benda langit (terutama planet atau satelit) yang disebabkan oleh komposisi dan keadaan atmosfernya. (Wikipedia, 2011).
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi.
Energi yang diserap dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah oleh awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar inframerah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
2.2 Penyebab Efek Rumah Kaca
Pola iklim global bumi sebagian besar dipengaruhi oleh energi matahari yang masuk dan pergerakan planet di ruang angkasa. Sekitar separuh energi matahari mencapai lapisan teratas atmosfer diserap sebelum mencapai bumi. Cahaya dengan panjang gelombang tertentu (yang meliputi gelombang ultraviolet) lebih mudah diserap oleh molekul oksigen dan ozon dibandingkan dengan panjang gelombang lainnya. Banyak energy yang menumbuk bumi dengan sendirinya diserap oleh molekul tanah, air, dan organisme. Kemudian sebagian di antaranya dipantulkan kembali ke atmosfer. Pengaruh pemanasan matahari pada atmosfer, tanah, dan air membentuk variasi suhu, siklus pergerakan udara, dan penguapan air yang bertanggung jawab atas variasi iklim yang sangat damatis pada daerah-daerah dengan lintang yang berbeda (Campbell, 2006).
Efek rumah kaca yang berlebih disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak, batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya. Gas-gas tersebut disebut dengan gas rumah kaca.
Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat juga timbul akibat aktivitas manusia. Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan sungai. Karbondioksida adalah gas terbanyak kedua. Ia timbul dari berbagai proses alami seperti: letusan vulkanik; pernapasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen dan menghembuskan karbondioksida); dan pembakaran material organik (seperti tumbuhan). Karbondioksida dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis memecah karbondioksida dan melepaskan oksigen ke atmosfer serta mengambil atom karbonnya.
Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah belerang dioksida, nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana dan klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca (Wikipedia, 2011).
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya. Berikut akan dipaparkan mengenai gas-gas yang berperan dalam efek rumah kaca dengan persentase kontribusi mereka terhadap efek rumah kaca;
1. Uap Air (36-70%)
Uap air adalah gas rumah kaca yang timbul secara alami dan bertanggungjawab terhadap sebagian besar dari efek rumah kaca. Konsentrasi uap air berfluktuasi secara regional, dan aktivitas manusia tidak secara langsung memengaruhi konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal.
Dalam model iklim, meningkatnya temperatur atmosfer yang disebabkan efek rumah kaca akibat gas-gas antropogenik akan menyebabkan meningkatnya kandungan uap air di troposfer, dengan kelembapan relatif yang agak konstan. Meningkatnya konsentrasi uap air mengakibatkan meningkatnya efek rumah kaca; yang mengakibatkan meningkatnya temperatur; dan kembali semakin meningkatkan jumlah uap air di atmosfer. Keadaan ini terus berkelanjutan sampai mencapai titik ekuilibrium (kesetimbangan). Oleh karena itu, uap air berperan sebagai umpan balik positif terhadap aksi yang dilakukan manusia yang melepaskan gas-gas rumah kaca seperti CO2. Perubahan dalam jumlah uap air di udara juga berakibat secara tidak langsung melalui terbentuknya awan.
2. Karbondioksida (9-26%)
Manusia telah meningkatkan jumlah karbondioksida yang dilepas ke atmosfer ketika mereka membakar bahan bakar fosil, limbah padat, dan kayu untuk menghangatkan bangunan, menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik. Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbondioksida semakin berkurang akibat perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk perluasan lahan pertanian.
Walaupun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbondioksida di atmosfer, aktivitas manusia yang melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk menguranginya. Pada tahun 1750, terdapat 281 molekul karbondioksida pada satu juta molekul udara (281 ppm). Pada Januari 2007, konsentrasi karbondioksida telah mencapai 383 ppm, pada gambar 3 (peningkatan 36 persen). Jika prediksi saat ini benar, pada tahun 2100, karbondioksida akan mencapai konsentrasi 540 hingga 970 ppm. Estimasi yang lebih tinggi malah memperkirakan bahwa konsentrasinya akan meningkat tiga kali lipat bila dibandingkan masa sebelum revolusi industri.
3. Metana (4-9%)
Metana yang merupakan komponen utama gas alam juga termasuk gas rumah kaca. Ia merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan selama produksi dan transportasi batu bara, gas alam, dan minyak bumi. Metana juga dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah (landfill), bahkan dapat keluarkan oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi, sebagai produk samping dari pencernaan. Sejak permulaan revolusi industri pada pertengahan 1700-an, jumlah metana di atmosfer telah meningkat satu setengah kali lipat.
4. Nitrogen Oksida
Nitrogen oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Nitrogen oksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida. Konsentrasi gas ini telah meningkat 16 persen bila dibandingkan masa pre-industri.
5. Gas lainnya
Gas rumah kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses manufaktur. Campuran berflourinasi dihasilkan dari peleburan alumunium. Hidrofluorokarbon (HCFC-22) terbentuk selama manufaktur berbagai produk, termasuk busa untuk insulasi, perabotan (furniture), dan tempat duduk di kendaraan. Lemari pendingin di beberapa negara berkembang masih menggunakan klorofluorokarbon (CFC) sebagai media pendingin yang selain mampu menahan panas atmosfer juga mengurangi lapisan ozon (lapisan yang melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet). Komsumsi CFC tertinggi terdapat pada Negara-negara maju. Amerika Serikat mengkomsumsi hampir sepertiga komsumsi CFC dunia.
Para ilmuan telah lama mengkhawatirkan tentang gas-gas yang dihasilkan dari proses manufaktur akan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Pada tahun 2000, para ilmuan mengidentifikasi bahan baru yang meningkat secara substansial di atmosfer. Bahan tersebut adalah trifluorometil sulfur pentafluorida. Konsentrasi gas ini di atmosfer meningkat dengan sangat cepat, yang walaupun masih tergolong langka di atmosfer tetapi gas ini mampu menangkap panas jauh lebih besar dari gas-gas rumah kaca yang telah dikenal sebelumnya.
Negara-negara maju adalah penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia. Menurut data dari PBB, urutan beberapa negara penghasil emisi karbondioksida per kepala per tahun sebagai berikut:
- Amerika Serikat 20 ton - China 3 ton
- Kanada dan Australia 18 ton - India 1 ton
- Jepang dan Jerman 10 ton
Gas rumah kaca berasal dari berbagai sumber. Dari gambar 5, terlihat banyaknya sumbangan gas rumah kaca dari berbagai sector. Sumbangan terbesar berasal dari sumber energy (Soemarwoto, 1992).
2.3 Akibat dari Efek Rumah Kaca
Menurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu rata-rata bumi 1-5 °C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5 °C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat (Wikipedia, 2011).
Efek rumah kaca yang berlebih mengakibatkan meningkatkannya suhu permukaan bumi. Sehingga terjadi perubahan iklim yang sangat ekstrim di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar.
Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan iklim menimbulkan perubahan pada pola musim sehingga menjadi sulit diprakirakan. Pada beberapa bagian dunia hal ini meningkatkan intensitas curah hujan yang berpotensi memicu terjadinya banjir dan tanah longsor. Sedangkan belahan bumi yang lain bisa mengalami musim kering yang berkepanjangan, karena kenaikan suhu dan turunnya kelembaban.
Selanjutnya perubahan iklim akan berdampak pada segala sector. Meliputi:
1. Ketahanan Pangan Terancam
Produksi pertanian tanaman pangan dan perikanan akan berkurang akibat banjir, kekeringan, pemanasan dan tekanan air, kenaikan air laut, serta angin yang kuat. Perubahan iklim juga akan mempengaruhi jadwal panen dan jangka waktu penanaman. Peningkatan suhu 10C diperkirakan menurunkan panen padi sebanyak 10%.
2. Dampak Lingkungan
Banyak jenis makhluk hidup akan terancam punah akibat perubahan iklim dan gangguan pada kesinambungan wilayah ekosistem (fragmentasi ekosistem). Terumbu karang akan kehilangan warna akibat cuaca panas, menjadi rusak atau bahkan mati karena suhu tinggi. Para peneliti memperkirakan bahwa 15%-37% dari seluruh spesies dapat menjadi punah di enam wilayah bumi pada 2050. Keenam wilayah yang dipelajari mewakili 20% muka bumi (Jhamtani, 2007).
Terutama yang termasuk kedalam kelompok stenotermal yang memiliki daya toleransi atau kisaran suhu yang sempit. Berbeda dengan hewan eurytermal yang memiliki kisaran toleransi suhu yang luas (Swasta, 2003).
Terumbu karang memiliki peranan penting bagi keanekaragaman organisme laut. Masalah secara global terjadi akibat semakin meningkatnya kandungan karbon dioksida dan efek rumah kaca pada atmosfer dan mendorong naiknya suhu permukaan laut (yang diduga juga menyebabkan pemutihan dan kematian karang) serta meningkatkan derajat keasaman air laut. Air laut yang semakin asam akan membuat ion karbonat berkurang sehingga menurunkan kemampuan karang untuk membangun kerangka. Jika terumbu karang tidak dapat beradaptasi maka akan mempengaruhi fungsi ekosistem terumbu karang dan struktur geologi terumbu karang serta mempengaruhi fungsi pesisir dan juga akan mempengaruhi masayarakat sekitar yang bergantung dari ekosistem terumbu karang.
3. Risiko Kesehatan
Cuaca yang ekstrim akan mempercepat penyebaran penyakit baru dan bisa memunculkan penyakit lama. Badan Kesehatan PBB memperkirakan bahwa peningkatan suhu dan curah hujan akibat perubahan iklim sudah menyebabkan kematian 150.000 jiwa setiap tahun. Penyakit seperti malaria, diare, dan demam berdarah diperkirakan akan meningkat di negara tropis seperti Indonesia.
4. Air
Ketersediaan air berkurang 10%-30% di beberapa kawasan terutama di daerah tropik kering. Kelangkaaan air akan menimpa jutaan orang di Asia Pasifik akibat musim kemarau berkepanjangan dan intrusi air laut ke daratan.
5. Ekonomi
Kehilangan lahan produktif akibat kenaikan permukaan laut dan kekeringan, bencana, dan risiko kesehatan mempunyai dampak pada ekonomi. Sir Nicolas Stern, penasehat perdana menteri Inggris mengatakan bahwa dalam 10 atau 20 tahun mendatang perubahan iklim akan berdampak besar terhadap ekonomi. Stern mengatakan bahwa dunia harus berupaya mengurangi emisi dan membantu negara-negara miskin untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim demi kelangsungan pertumbuhan ekonomi. Ia menjelaskan bahwa dibutuhkan investasi sebesar 1% dari total pendapatan dunia untuk mencegah hilangnya 5%-20% pendapatan di masa mendatang akibat dampak perubahan iklim.
Belum ada data komprehensif mengenai dampak perubahan iklim di Indonesia. Namun beberapa data menunjukkan bahwa:
1. Suhu rata-rata tahunan menunjukkan peningkatan 0,30C sejak tahun 1990.
2. Musim hujan datang lebih lambat, lebih singkat, namun curah hujan lebih intensif sehingga meningkatkan risiko banjir. Pada 2080 diperkirakan sebagian Sumatera dan Kalimantan menjadi 10-30% lebih basah pada musim hujan; sedangkan Jawa dan Bali 15% lebih kering.
3. Variasi musiman dan cuaca ekstrim diduga meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan, terutama di Selatan Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi (CIFOR, 2004)
4. Perubahan pada kadar penguapan air, dan kelembaban tanah akan berdampak pada sektor pertanian dan ketahanan pangan. Perubahan iklim akan menurunkan kesuburan tanah sekitar 2% sampai dengan 8%, diperkirakan akan mengurangi panen padi sekitar 4% per tahun, kacang kedelai sekitar 10%, dan jagung sekitar 50%.
5. Kenaikan permukaan air laut akan mengancam daerah dan masyarakat pesisir. Sebagai contoh air Teluk Jakarta naik 57 mm tiap tahun. Pada 2050, diperkirakan 160 km2 dari kota jakarta akan terendam air, termasuk Kelapa Gading, Bandara Sukarno-Hatta dan Ancol (Susandi, Jakarta Post, 7 Maret 2007).
6. Di Bali kerusakan lingkungan pada 140 titik abrasi dari panjang panti sekitar 430 km. Laju kerusakan pantai di Bali diperkirakan 3,7 Km per tahun dengan erosi ke daratan 50-100 meter per tahun (Bali Membangun, 2004). Kerusakan ini ditambah potensi dampak dari perubahan iklim diduga akan menyebabkan muka air laut naik 6 meter pada 2030, sehingga Kuta dan Sanur akan tergenang (Bali Post, 16 Agustus 2007). Hal ini mengancam keberlangsungan pendapatan dari pariwisata yang mengandalkan kekayaan dan keindahan pantai dan laut di Bali. Daerah yang lebih ‘aman’ adalah pantai berkarang yang bersifat terjal, seperti Uluwatu dan Nusa Penida serta daerah perbukitan dan pegunungan yang saat ini mempunyai ketinggian di atas 50 meter.
7. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menghadapi risiko kehilangan banyak pulau-pulau kecilnya dan penciutan kawasan pesisir akibat kenaikan permukaan air laut. Wilayah Indonesia akan berkurang dan akan ada pengungsi dalam negeri.
8. Dampak kenaikan muka air laut akan mengurangi lahan pertanian dan perikanan yang pada akhirnya akan menurunkan potensi pendapatan rata-rata masyarakat petani dan nelayan. Kerusakan pesisir dan bencana yang terkait dengan hal itu akan mengurangi pendapatan negara dan masyarakat dari sektor pariwisata. Sementara itu, negara harus menaikkan anggaran untuk menanggulangi bencana yang meningkat, mengelola dampak kesehatan, dan menyediakan sarana bagi pengungsi yang meningkat akibat bencana. Industri di kawasan pesisir juga kemungkinan besar akan menghadapi dampak ekonomi akibat permukaan air laut naik. Kesemuanya ini akan meningkatkan beban anggaran pembangunan nasional dan daerah.
2.4 Penanggulangan Efek Rumah Kaca
Terdapat dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca.
1. Pencegahan
Mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Salah satu sumber penyumbang karbondioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil (BBM, batubara). Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batu bara menjadi sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbondioksida yang dilepas ke udara, karena gas melepaskan karbondioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak apalagi bila dibandingkan dengan batubara.
0 komentar:
Posting Komentar